Minggu, 16 Desember 2012

Kembali Ke Priok

                                                            (Foto: gatotyudiarto)


Dalam Tajuk Rencananya, Kamis (15/4/2010), Kompas menyindir, boleh jadi bentrokan antara Sapol PP dengan warga di Koja, sebagai isu untuk memecah konsentrasi publik pada kasus markus yang ramai dibicarakan di media.Jika hal itu benar, maka terlalu mahal harga yang harus dibayar.Bukan hanya harta benda tetapi juga nyawa.

Peristiwa di Koja sangat tidak berperi kemanusiaan, sebab memuncak pada semangat " nyawa harus dibayar dengan nyawa ''. Peristiwa mengerikan yang berlangsung beberapa jam tersebut, disiarkan langsung dua stasiun televisi, Metro TV dan TV One.Di mana, aparat Satpol PP dengan geram mngeroyok seorang pemuda yang tertangkap.Kemudian dianiaya dengan pukulan maupun tendangan sepatu lars tanpa belas kasihan.Seorang jurnalis berteriak histeris berusaha menghentikan penganiayaan tersebut.Ironisnya, korban masih anak-anak yang berumur belasan tahun.Darah mengucur dari luka tubuh pemuda yang sudah tidak berdaya itu.Beruntung,beberapa anggota polisi masih sempat mengamankan dan membawa ke mobil ambulance.

'' Darah telah tumpah, nyawa harus dibayar dengan nyawa'', begitu teriak warga Koja yang mengamankan makam Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad atau yang dikenal dengan nama Mbah Priok.Konon, dari nama itu pula pelabuhan di Jakarta Utara tersebut dinamakan Tanjung Priok.Selang beberapa jam, setelah aparat Satpol PP dan polisi selesai beristirahat, mereka melintasi gerbang makam menuju pelabuhan.Kontan, massa yang sudah emosi balas menyerang.Beberapa anggota Satpol PP yang tidak sempat menyelamatkan diri menjadi bulan-bulanan warga.Mereka memukuli aparat yang tertangkap menggunakan kayu, batu, besi atau apapun yang dapat dijadikan senjata.Lagi-lagi, darah mengucur, tapi kali ini dari sang aparat yang tertangkap warga.

Malam harinya, detik.com melaporkan, ada salah seorang anggota Satpol PP yang meninggal di terminal petikemas dan belum dievakuasi.Karena yang lain dievakuasi melalui jalur laut, guna menghindari bentrokan kembali.Beberapa media online yang lain menulis, bahwa belum ditemukan korban meninggal dunia malam itu.Seperti yang ditulis Kompas.com, di Rumah Sakit Koja tidak dotemukan korban meninggal dunia.

MetroTVnews.com menulis, peristiwa Koja pada (14/4) menunjukkan kegagalan Gubernur DKI dalam mendidik aparat Satpol PP, sehinnga masih bertindak arogan.Dan, selayaknya Gubernur bertanggung jawab atas tragedi ini.Tragedi yang mengharuskan warga dan aparat mengucurkan darah.

Keesokan harinya,setelah tragedi Koja, pers, khususnya televisi menayangkan penyesalan.Tayangan kesedihan dari keluarga yang ditinggalkan korban.Anak, istri, saudara serta teman dekat hanya bisa bersedih atas peristiwa tersebut.Baik itu dari keluarga aparat maupun warga Koja.Sebagaimana diberitakan media, korban meninggal dunia akhirnya berjumlan tiga orang, semuanya dari aparat Satpol PP.Sementara luka-luka lebih dari seratus orang.

Wakil Gubernur DKI beserta para tokoh masyarakat dan agama mengadakan pertemuan, untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi.Hadir pula perwakilan PT Pelindo yang nota bene berkepentingan atas tanah yang disengketakan.

                                             * * * *

Peristiwa di Tanjung Priok bukan kali ini saja.Pada tahun 1984 pernah terjadi pembantaian terhadap umat Islam oleh ABRI ketika itu.Di mana korbannya sekitar 400 orang meninggal dunia.Ditambah lagi yang luka-luka.Sebagaimana laporan Kontras.Meskipun hal ini dibantah oleh pemerintah, dengan mengatakan korban meninggal hanya belasan saja.Peristiwa itu dipicu faktor agama yang sangat sensitif bersinggungan dengan kekuasaan.

Tragedi Tanjung Priok tahun 1984 adalah masa lalu, ketika Indonesia masih di tangan sang diktator.Dengan terpaksa kita memberikan toleransi atas arogansi pemerintah yang terjadi ketika itu.Sedangkan kini, reformasi sudah kita sepakati, dengan tujuan menegakkan demokrasi.Yang digulirkan pada Mei 1998 dan telah dibayar dengan darah pula oleh para mahasiswa.Apakah perjuangan menuju demokrasi ini akan kita isi dengan arogansi kembali.Kita hendaknya belajar dari sejarah.Kekerasan tidak akan efektif untuk menyelesaikan persoalan masyarakat.Dialog dan jalur hukum lebih manusiawi daripada harus saling pukul.Apalagi dengan sesama bangsa sendiri.

Darah, apakah kata itu akan selalu mengiringi penyelesaian dalam persoalan sosial kemasyarakatan.Terkadang, darah yang mengalir justru berasal dari individu yang tidak terkait dengan peristiwa yang terjadi.Apalagi punya kepentinga mengambil keuntungan.Perjuangan melawan penjajahan juga harus dibayar dengan pertumpahan darah ketika berdirinya negeri ini.Tetapi tidak untuk melawan bangsa sendiri.

Sekali lagi, kekerasan hanya akan menyisakan penyesalan.Sudah waktunya kita kembali kepada hatinurani.Semua sudah lelah dengan pertikaian yang memalukan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar