Minggu, 16 Desember 2012

BERSEMBUNYI DI NEGERI SENDIRI


                                                                    (Foto:poskota)


Kita yang telah menerima kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 secara legal formal, namun faktanya sampai saat ini masih terjajah.Ketika rakyat Mesir berjuang untuk menegakkan demokrasi, kita di sini justru mengotorinya dengan sikap intoleransi antar agama.Penyerangan terhadap kelompok aliran apapun seharusnya dilarang oleh negara khususnya Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Bukan waktunya lagi membatasi pemikiran dengan ancaman dan tindakan penyerangan.Pemikiran seharusnya dilawan dengan pemikiran.Pesan dalam UUD 1945 mengenai mencerdaskan kehidupan bangsa selayaknya dipahami sebagai perang pemikiran, bukan adu otot serta adu jotos.Bukankan kita bangsa yang beradab; bukan kalangan Barbarian?

Apakah kita akan tetap mengalami kondisi yang mencekam; hanya karena mempelajari ilmu ke-Tuhanan yang sedikit berbeda dengan umat mayoritas?Agama yang sejatinya dianut lebih karena warisan yang telah membudaya, sering dipahami secara dangkal dengan justifikasi hitam dan putih.Persoalan keyakinan boleh saja didasarkan pada keturunan semata, tetapi pencarian kebenaran adalah tindakan asasi manusia yang tidak dapat dihakimi oleh pihak lain.Persoalan keyakinan merupakan wilayah eskatologi yang tidak dapat dibuktikan secara kasat mata.Keyakinan hanya ada di dalam hati nurani dan masing-masing pasti berbeda dalam mengilustrasikannya.Sekalipun umat seagama atau sekeyakinan.Apa yang kita pikirkan tentang Tuhan, pasti berbeda dengan yang dipikirkan orang lain.Karena Tuhan erat sekali dengan kebenaran.Dan wilayah kebenaran sangat jauh dari sentuhan fisik semata.Sekalipun kita mampu mendefinisikan ke dalam kalimat, tetapi hati kita mempunyai gambaran yang sebagian tidak dapat diwakilkan.Oleh hanya sekedar bahasa formal manusia.

Sikap kritis mengenai keyakinan telah mengalami kemunduran; justru ketika demokrasi mulai ditegakkan di negeri ini.Situasi ini tidak jarang menimbulkan spekulasi pemikiran adanya mastermind (dalang) di balik setiap aksi penyerangan.Mulai dari pengalihan isu sampai adanya intelijen asing yang bermain.Dengan tujuan mendiskreditkan agama tertentu. Burhanudin Muhtadi menyebut kejadian kekerasan yang akhir-akhir ini marak terjadi dengan istilah '' Revolusi Senyap ''.Sebuah istilah yang menggambarkan kekerasan yang meledak karena kebencian satu kelompok terhadap kelompok lain.Yang menarik, kekerasan semacam ini justru tidak terjadi pada era Orde Baru.

Burhanudin Muhtadi mengatakan, ketika rezim Suharto berkuasa gerakan semacam ini mendapat tekanan serta tidak diberi kesempatan untuk berkembang.Setelah reformasi 1998 demokrasi tegak namun kewibawaan negara melorot.Ironisnya law enforcement ikut terpuruk.Dalam kajian sosiologi ada beberapa kelompok yang telah dibenci oleh masyarakat, yakni: Komunis, Yahudi dan Nasrani.Ketika ada persoalan dimasyarakat yang berhasil digiring kepada isu ketiga kelompok tadi maka kerusuhan mudah sekali diciptakan.Dengan tindakan main hakim sendiri.

Sedangkan Azzumardi Azra memandang kerusuhan yang terjadi disebabkan oleh persoalan ideologis.Yaitu paham keagamaan yang tidak memberikan ruang perbedaan.Ditambah lagi para tokoh agama yang merestui kekerasan ini.Apalagi didukung oleh fakta bahwa pejabat publik yang memihak akan mendorong masyarakat melakukan kekerasan.Pemahaman keagamaan semacam ini oleh Azzumardi Azra di sebut sebagai sempit dan hanya memakai kacamata kuda.Setiap ada konflik sifatnya transnasional atau adanya pihak luar yang ikut bermain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar