Kamis, 03 Januari 2013

Tahun Baru di Yogya, Wajib Datang ke Candi Ratu Boko

                                                             foto:wendy s


Dimuat di: detiktravel.com

Bagi Anda yang menghabiskan libur Tahun Baru di Yogya, datanglah ke Candi Ratu Boko. Candi yang sudah berdiri sejak abad ke-8 ini akan menghipnosis Anda. Dari sana, keindahan panorama Gunung Merapi dan kota Yogya terlihat jelas.

Ratu Boko merupakan situs arkeologi Kerajaan Mataram kuno pada abad ke 8. Situs ini diperkirakan sebagai cikal bakal berdirinya Candi Prambanan dan Candi Borobudur. Masyarakat sekitar biasa menyebut dengan nama Candi Ratu Boko.

Karena terletak di atas bukit, maka Ratu Boko sering dijadikan sebagai tempat menyaksikan keindahan panorama Gunung Merapi maupun Kota Yogya. Selain itu, wisatawan juga dapat menikmati sunset sambil minum teh hangat saat sore hari di sana.

Terdapat dua pintu masuk di Candi Ratu Boko. Pintu pertama berada di pinggiran jalan. Setelah kendaraan diparkir, kita dapat menempuh dengan berjalan kaki kurang lebih sepanjang 400 meter. Yang sering melewati pintu ini, biasanya para wisatawan yang membawa kendaraan besar seperti bus. Tarif parkirnya sekitar RP 10 ribu.

Sedangkan pintu kedua berada agak jauh dari pintu pertama dan terlebih dahulu harus melewati perkampungan penduduk. Jarak tempuhnya sekitar 1 kilometer, namun kendaraan dapat langsung mendekat ke lokasi situs. Tarif parkir di sini sebesar Rp 5.000 untuk minibus, sedangkan sepeda motor cukup dengan Rp 2.000 saja.

Sebelum masuk ke lokasi, kita diharuskan membeli tiket masuk sebesar Rp 25.000 untuk umum atau orang dewasa. Sementara anak-anak sebesar Rp 10.000.

Selama perjalanan menuju ke lokasi, kita akan disuguhi pemandangan taman maupun pepohonan yang rindang. Persis di dekat pintu masuk, terdapat tanaman mojo yang ketika itu sedang berbuah. Konon, pohon tersebut merupakan tanaman langka pada era Kerajaan Majapahit.

Di kanan kiri juga terdapat gazebo maupun kolam yang di tengah-tengahnya diberi pancuran air. Tidak jauh dari gazebo, terlihat beberapa ekor binatang rusa yang dikelilingi pagar kawat.

Lokasi ini sering dimanfaatkan wisatawan maupun fotografer untuk mengambil gambar. Jalan menuju situs agak menanjak, serta sedikit menguras tenaga kita. Namun jangan kuatir, di tempat ini banyak disediakan kran air yang dapat kita gunakan untuk mencuci muka, karena berkeringat ketika melewati tanjakan.

Selanjutnya, kita dapat menikmati situs Candi Pembakaran dan Sumur Suci. Di sini pernah ditemukan abu bekas pembakaran sehingga dinamakan Candi Pembakaran. Di sekelilingnya juga terhampar lapangan rumput yang menghijau serta Panorama. Lokasi ini dijadikan pijakan untuk melihat keindahan Gunung Merapi, Candi Prambanan yang tidak jauh dari situs, dan kota Yogya pada sore hari. Dan sekitar pukul 17.15 WIB, apabila cuaca cerah kita bisa menyaksikan indahnya sunset.

Salah seorang staf pengelola, Didik menuturkan situs Ratu Boko lebih menarik bila dikunjungi pada sore hari atau menjelang malam. Dari tempat ini dapat kita saksikan matahari yang sedang terbenam. "Disarankan datang ke sini sore hari mas, supaya dapat menyaksikan sunset," kata Didik.

Situs Ratu Boko juga disebut sebagai taman wisata, karena di sini terdapat paket wisata alam yan disediakan. Seperti arena outbond, camping ground maupun lokasi untuk foto pre wedding.

Ratu Boko terletak di 3 kilometer ke arah selatan Candi Prambanan, atau kurang lebi 18 kilometer ke arah timur dari pusat Kota Yogya. Letaknya di atas bukit yang masih bagian dari deretan pugunungan Seribu. Di sana belum disediakan penginapan khusus, namun para wisatawan dapat menginap di sekitar Candi Prambanan maupun di Kota Yogyakarta.

Oleh karenanya, tidak rugi jika Ratu Boko kita jadikan sebagai destinasi dalam mengisi liburan Tahun Baru kali ini.

Senin, 31 Desember 2012

Ah....!Tahun Baru, 2013

                                                   (Foto:hizbut-tahrir.or.id)

Hari ini, tanggal 31 Desember 2012, yang artinya hari terakhir kita merasakan ke dalam ruang dan waktu di tahun itu.Malam nanti adalah malam pergantian tahun yang akan dirayakan oleh sebagian umat di dunia.Kenapa sebagian?Karena saya yakin ada juga yang tidak memikirkan tentang tahun baru apalagi merayakannya.

Seperti saya misalnya, juga tidak tertarik untuk merayakan.Masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, ketika di luar sana, banyak orang yang hiruk-pikuk, lalu-lalang entah ke mana, saya hanya diam.Sama, seperti malam-malam pergantian tahun yang lalu, di saat orang-orang membunyikan terompet, menyalakan kembang api, memacetkan jalanan, saya hanya sendiri di rumah.Tetapi kali ini agak berbeda dengan yang sebelumnya.Kalau biasanya saya hanya berteman buku-buku sama televisi butut, kali ini ada laptop beserta modem.Jadi, saya bisa ke mana saja bersama keduanya, saya akan mengembara ke manapun, kapanpun dan menemukan apapun dengan alat tersebut.

Kemarin sore, Ali Kosim, manager Istana Rotan, yang ketika masuk koran namanya diganti menjadi Adi Wijaya, meminta ijin untuk tutup sore." Besok saya tutup jam tujuh ya mas, mau jalan-jalan," pinta Kosim.Tanpa berpikir panjang saya mengiyakan karena tahu bahwa Kosim juga ingin merayakan malam pergantian tahun kali ini.Saya juga menyadari kalau dia juga perlu refreshing karena selama ini ia tidak pernah libur kecuali pulang ke Cirebon sekaligus belanja barang.

Sedangkan Yanto, direktur angkringan, yang teh pocinya sangat manis dan kental, memberikan tawaran untuk begadang di malam tahun baru.Bahkan, CEO muda dari Gunungkidul tersebut memikat saya dengan jagung bakar yang akan dibelikan di pasar, buat dibakar dimalam hari nanti." Besok kita tirakatan bos.Saya akan belanja jagung di pasar buat dibakar.Kalau pakai mentega rasanya maknyus," terang Yanto, tadi malam.

Begitupun Gatot Subroto, anak muda lulusan pariwisata UNY sekaligus sarjana ekonomi ini menelpon, mengajak hunting foto di malam tahun baru.Gatot memang lumayan ahli soal fotografi, ia pernah mengambil gambar helycamp milik Metro TV di Magelang dengan angel dan pencahayaan yang bagus.Meskipun hanya menggunakan telepon seluler." Nanti malam kita motret kembang api bro, " ajak Gatot, di telepon.

Mereka dan banyak orang sangat berharap untuk bisa menghabiskan malam tahun 2012- yang ternyata tidak jadi kiamat- dengan bersenang-senang.Entah karena latah mengikuti kebiasaan masyarakat pada umumnya atau memang malam ini pantas untuk dirayakan.Di pinggir jalan, sejak seminggu yang lalu berjajar orang berjualan terompet.Mereka berasal dari wonogiri yang terkenal penghasil kerajinan terompet kertas maupun lampion.

Ahmed Barkati, seorang anak yang masih sangat muda keturunan Tegal tetapi namanya berasal dari Iran, tidak ketinggalan membeli terompet bersama teman-temannya.Ternyata Ahmed juga mengerti cara merayakan malam tahun baru.

Tadi pagi, sebelum saya berangkat mengirim barang ke Raminten Kota Baru, saya membaca koran tentang pergantian tahun nanti malam.Saya agak lupa koran apa, tetapi di sana ditulis bahwa menurut ramalan BMKG cuaca di Jogja akan cerah.Sehingga masyarakat Jogja tidak perlu kuatir dengan datangnya hujan di malam tahun baru.Ternyata ramalan tersebut salah.Pada siang hari cuaca memang cerah namun sore harinya mendung menyelimuti bumi Mataram.Benar saja, menjelang waktu maghrib tiba, hujan turun disertai petir yang menyambar.Namanya juga ramalan apalagi kutipan yang dikutip, maka jangan salahkan bila sering meleset.

Ternyata kesendirian saya tidak lagi sendiri.Saya kira banyak juga yang membatalkan jadwal mereka akan perayaan tahun baru akibat hujan yang sampai saat ini tidak juga reda.

Dan saya masih juga menikmati kesendirian ini karena memang tidak punya rencana ke mana-mana.Saya lebih tertarik untuk membuka laptop, membaca cerpen menarik dari para cerpenis.Lumayan banyak cerpen yang saya habiskan kali ini, kebanyakan dari para penulis jaman dulu, seperti Kunto Wijoyo, Ahmad Tohari, Dawam Raharjo maupun Emha Ainun Najib.Bagi saya, mengahiskan berlembar-lembar cerpen lebih asik dan menarik daripada ke sana ke mari yang ujung-ujungya lelah dan tertidur juga.


Minggu, 30 Desember 2012

Penyembelihan Pengantin Bekakak, Wisata Budaya Yogyakarta.


                                             Pengantin Bekakak disembelih (Foto:Wendy S)


Meski siang itu Yogyakarta diguyur hujan, namun masyarakat tetap antusias untuk menyaksikan arak-arakan Pengantin Bekakak.Mulai sekitar pukul 13.00 WIB, sudah terlihat ribuan orang berdiri di pinggir jalan menantikan kirab yang akan diberangkatkan sekitar pukul 15.00 WIB.Acara ini berlangsung di Desa Ambarketawang, Gamping, Sleman pada hari Jumat, 28 Desember 2012.

Di kenal dengan nama ritual Saparan Bekakak, acara ini dilakukan setiap tahun pada bulan Sapar sesuai penanggalan kalender Jawa.Bekakak merupakan sepasang patung pengantin yang terbuat dari ketan putih dan di dalamnya ada gula merah, diibaratkan sebagai darah.Bekakak diarak dengan diiringi Ogoh-Ogoh, Gendruwo dan Wewe Gombel beserta para Prajurit Bregodo.Dimulai dari lapangan Ambarketawang menuju Gunung Gamping, menempuh jarak sekitar enam kilometer.Rute yang ditempuh melalui Jalan Wates menuju Ring Road Barat selanjutnya berakhir di Gunung Gamping.


                                                               (Foto:Wendy S)

Pengantin Bekakak terdiri dari dua pasang yang disembelih di dua lokasi yang berbeda.Pasangan pertama disembelih di Gamping Kidul oleh Kepala Dukuh.Sementara pasangan pengantin kedua disembelih di Petilasan Gunung Gamping di Tlogo oleh Camat Gamping dan Kepala Desa Ambarketawang.Penyembelihan dimulai dari pengantin laki-laki yang dilanjutkan dengan pengantin perempuan.Setelah ritual penyembelihan selesai, patung dari ketan putih tersebut menjadi rebutan para penonton beserta sesaji yang berupa makanan hasil pertanian.


Saparan Bekakak kali ini semakin ramai oleh pengunjung karena bertepatan dengan waktu liburan.Selain penduduk lokal, para wisatawan dari luar daerah yang kebetulan mengunjungi Yogyakarta juga ikut menyaksikan.Karena diguyur hujan mereka menyaksikan dengan cara masing-masing.Ada yang membawa payung, ada juga yang melihat dari dalam kendaraan atau bahkan ikut kehujanan.

                                                                   (Foto:wendy S)

Pelaksanaan ritual ini terbagi dalam beberapa tahap.Diawali dari midodareni Pengantin Bekakak, dilanjutkan dengan kirab dan yang terakhir adalah penyembelihan pengantin.Pembuatan patung pengantin bekakak dilakukan dua hari sebelum kirab dilaksanakan.Proses pembuatan patung dikerjakan oleh kaum wanita yang menyiapkan bahan, sedangkan kaum pria yang membuat patung tersebut. Pada malam midodareni masyarakat tirakatan dengan menggelar wayang kulit.Keesokan harinya, pada 28 Desember 2012 mulai pukul 10.00 - 11.30 WIB pasangan Pengantin Bekakak dan berbagai gunungan dapat dilihat oleh masyarakat umum di Balai Desa Ambarketawang.Mulai pukul 13.00 - 14.00 WIB dilantunkan gending uyon-uyon atau karawitan.

Ritual tersebut dilaksanakan didasari oleh legenda masa lalu yang masih diyakini oleh masyarakat setempat.Pengantin Bekakak dimaksudkan sebagai tipu muslihat untuk mengelabui setan penunggu Gunung Gamping, supaya tidak menganggu warga.Ritual penyembelihan patung pengantin bekakak dilaksanakan dari jaman nenek moyang hingga saat ini.

Kepala Dinas Kebudayan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Sleman, Untoro Budiharjo mengatakan upacara adat Saparan Bekakak merupakan event besar yang telah masuk dalam kalender event Kabupaten Sleman maupun DIY.Bahkan gaungnya sudah menasional, sehingga kehadirannya sangat dinanti-nantikan warga Yogyakart maupun oleh wisatawan luar daerah serta mancanegara yang sedang berlibur.

Dalam Saparan Bekakak kali ini, pihak panitia mengharapkan para pengunjung dan wisatawan agar tertib khususnya ketika kirab berlangsung sehingga tidak menggangu pelaksanaan. Mengingat pelaksanaannya menggunakan jalur transportasi umum, yaitu sebagian ruas Jalan Wates dan Ring Road Barat, maka sudah barang tentu pelaksanaan upacara adat ini sedikit banyak mengganggu pengguna jalan.

Lokasi acara tidak sulit untuk dijangkau.Para pengunjung atau wisatawan tidak dikenakan tarip sama sekali.Untuk menuju lokasi kita dapat menggunakan kendaraan sendiri atau angkutan umum, yakni bus kota Jalur 15 atau jalur 9 turun di Ringroad Barat,Gamping.Bisa juga dengan angkutan umum jurusan Wates-Yogyakarta dan turun sampai di lokasi.  

Gua Selarong: Tapaki Sejarah, Nikmati Indahnya Alam

                                                         Gerbang Goa Selarong (foto:wendy s)

Dimuat di: www.indonesiatravelhits.com

Gua Selarong memberi Anda dua pengalaman sekaligus: keindahan alam dan kenangan sejarah. Gua Selarong yang terletak di atas bukit juga dihiasi deru air terjun. Di sinilah dulu Pangeran Diponegoro meninggalkan jejak sejarah.

Lokasi Gua Selarong mudah dijangkau karena akses jalan beraspal dan halus. Selama perjalanan menuju lokasi banyak dipasang penunjuk arah menuju ke Gua Selarong. Begitu memasuki lokasi yang terletak di Dusun Kembang Putihan, Desa Guwosari, Pajangan, Bantul, ini Anda akan melewati gapura wisata. Dan Anda langsung disambut oleh patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kuda memakai jubah berwarna hitam.

Sampai di loket masuk, petugas jaga memberikan selembar karcis. Tarifnya Rp 2.250, sesuai data yag tertera di papan pengumuman. Tarif tersebut sudah termasuk asuransi sebesar Rp 250. Halaman parkir yang disediakan cukup luas, mampu menampung ratusan kendaraan bahkan kendaraan besar seperti bus. Jika mengendarai sepeda motor, Anda cukup membayar Rp 2.000. Adapun mobil dan bus dikenai tariff antara Rp 5.000 sampai Rp 10.000.

Beberapa meter lagi, Anda dapat melihat patung Pangeran Diponegoro menunggang kuda, tapi kali ini dengan jubah berwarna putih. Dari tempat parkir kendaraan menuju lokasi gua, jarak yang Anda tempuh kurang lebih 100 meter. Di situ jangan heran jika ada ibu-ibu paruh baya menyapa dengan senyuman sembari menawarkan dagangan. Mereka warga setempat yang berjualan minuman serta makanan ringan setiap hari.

Karena berada di atas bukit, Anda harus menapaki tangga yang cukup tinggi agar sampai ke gua. Perjalanan ini cukup menguras tenaga. Namun jangan kuatir, di kanan dan kiri terdapat gazebo serta arena outbond untuk anak-anak. Dan apabila musim penghujan, Anda juga dapat menyaksikan indahnya air terjun, yang hanya beberapa meter dari gua. Namun ketika musim kemarau airnya kering. “Kalau pas hujan menarik itu, tapi kalau kemarau seperti sekarang airnya kering,” kata Pak Arif, penjaga tempat wisata.

Dan sampailah Anda di gua bersejarah ini. Gua Selarong ini merupakan gua buatan, bukan gua alami. Ia berbentuk bukit batu yang dilobangi, yang membentuk ruangan berukuran sekitar tiga meter persegi. Menurut penuturan Pak Arif, lobang tersebut dulu menjadi tempat persembunyian Pangeran Diponegoro ketika perang melawan Belanda. Gua Kakung.

Gua Selarong terdiri dari Gua Kakung dan Gua Putri. Di depan gua dipasang pagar besi pembatas yang diberi pintu masuk. “Ini untuk menjaga keamanan,” ujar Pak Arif. Wajar, sebab gua ini merupakan bukit batu kapur yang rawan longsor. Pagar tersebut juga sebagai pengaman dari gangguan pengunjung yang suka jail.

Di sekitar gua, Anda bisa menyaksikan pepohonan, yang membuat udara jadi terasa sejuk. Biasanya pengunjung duduk-duduk di sini, menikmati keasrian alam. Lalu, di lokasi Gua Selarong juga terdapat dua buah sendang yang diberi nama Manik Moyo dan Umbul Moyo. Persis di atas gua ada dua buah makam yang diyakini sebagai para pengikut Pangeran Diponegoro ketika berjuang.

Di perbukitan kapur ini, banyak pengunjung yang melakukan kegiatan berkemah. Menariknya, di sini telah disediakan camping ground. Pepohonan yang lebat serta aliran air di sungai kecil menambah nikmatnya suasana kemah para pengunjung. Gua Putri.

Pengunjung kerap memilih untuk berkemah di sini, lantaran memang tidak disediakan tempat penginapan atau homestay. Alternatif lain, pengunjung biasanya menginap di kota. Saat berkemah, jangan kuatir dengan fasilitas kebersihan. Di lokasi wisata telah tersedia toilet sebanyak 15 kamar. Bagi yang beragama Islam juga bisa beribadah di masjid yang berada di lokasi wisata. O ya, jangan lupa membeli souvenir berupa patung primitif dari kayu. Atau, jika Anda ingin membeli souvenir batik kayu, silakan kunjungi Sanggar Diponegoro. Lokasinya di dekat gapura masuk gua. Sehingga, lengkap sudah perjalanan Anda kali ini. *

(c) ITH Kontributor: Stiawan Wendy (Yogyakarta)

Merasakan Sensasi Tinggal di Rumah Dome


                                                          Masjid di Rumah Dome(foto:wendy s)

Telah dimuat di: www.indonesiatravelhits.com

Bukan hanya rumah Joglo yang dapat kita temukan di Yogyakarta. Ada rumah yang unik, bentuknya seperti kubah. Rumah ini dinamakan Rumah Dome. Masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah rumah telletubies.

Keberadaan rumah Dome tidak lepas dari peristiwa gempa Yogya pada 27 Mei 2006. Untuk merelokasi warga Dusun Nglepen yang tempat tinggalnya hancur akibat gempa, Domes For The World Foundation, NGO dari Amerika membangun rumah yang tahan gempa. Tahan gempa, karena struktur bangunan tidak memiliki sambungan yang kerap menjadi titik lemah bangunan ketika terjadi gempa.

Rumah Dome dihiasi dengan tanaman mangga yang rindang. Letaknya yang berada di bawah bukit sangat nyaman untuk dikunjungi. Lokasi perumahan terletak di Dusun Nglepen, Desa Sumberharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman. Akses menuju lokasi perumahan tidak sulit. Ada dua jalur yang bisa ditempuh. Dari arah utara atau dari Candi Prambanan jaraknya kurang lebih sembilan kilometer. Sedangkan dari jalur selatan, melalui arah Yogyakarta-Wonosari jaraknya sekitar empat kilometer.

Menurut pengelola, Mas Sakiran, Rumah Dome sering dikunjungi para wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Yang menjadi daya tarik dari rumah ini adalah bentuknya. Di Indonesia hanya terdapat di Yogyakarta. Sejarah terbentuknya juga menjadi daya tarik tersendiri. “Mereka ke sini pingin melihat bentuknya. Kemudian yang kita jual adalah ceritanya,” terang Sakiran. Para penduduk menempati rumah ini karena tempat tinggal mereka tanahnya amblas ketika terjadi gempa sekitar enam tahun yang lalu.

Rumah Dome efektif menjadi tempat wisata mulai tahun 2009 menempati lahan seluas dua hektare. Nama aslinya adalah New Nglepen Village, diambilkan dari nama dusun para penduduk yang direlokasi berasal. Biaya perawatan berasal dari swadaya pengelola serta bantuan dari PNPM Pariwisata. Rumah Dome di Dusun Nglepen berukuran diameter tujuh meter, biaya untuk membuat satu unit rumah menghabiskan dana sekitar Rp 80 juta.

Bangunan yang berdiri pada Mei 2006 ini berjumlah 80 rumah, dengan rincian 71 rumah hunian, 6 MCK dan 3 fasilitas umum yang terdiri dari masjid, aula serta poliklinik kesehatan. Untuk sekedar melihat-lihat dan berfoto-foto di kawasan Rumah Dome cukup membayar tiket Rp 2.000. Pengelola juga menyediakan paket wisata khusus dengan didampingi pemandu, tarifnya cukup Rp 5.000 saja. Mereka diajak melihat kondisi dalam rumah, bisa memanfaatkan aula serta diajak tracking di wilayah tanah yang amblas.

Wisatawan juga dapat berkemah di camping ground yang disediakan di sekitar Masjid Rumah Dome. Selain dapat menikmati keunikan bentuk bangunan, para wisatawan juga bisa menginap. Ruangan yang disediakan ada dua kamar tidur dan lantai atas. Tarif sehari semalam sebesar Rp 75.000 per orang dengan dua kali makan. Di Rumah Dome, wisatawan dapat merasakan bagaimana tinggal di dalam rumah yang unik tersebut.

Rumah yang digunakan merupakan rumah penduduk yang pindah karena belum bisa menyesuaikan dengan bangunan seperti ini. “Akhirnya mereka bikin rumah lagi di tanah mereka yang lain yang lebih aman,” kata Sakiran.

Lokasi wisata ini juga menyediakan permainan anak-anak. Segala macam permainan tradisional dapat ditemukan di sini. Menurut pengelola nantinya akan dikembangakan dengan mandi bola, kereta listrik, sepeda unik serta pemancingan anak-anak. Lahan parkir juga disediakan, dengan tarif Rp 500 untuk sepeda, Rp 1,000 untuk sepeda motor serta mobil sebesar Rp 2.000. Sebelum meninggalkan lokasi wisata, anda juga bisa membeli oleh-oleh berupa souvenir miniatur Rumah Dome seharga Rp 10.000, gantungan kunci Rp 10 ribu, kaos bergambar Rumah Dome Rp 35.000 sampai Rp 40.000. Sedangkan mug Rp 2.000. Selain itu anda juga dapat membeli CD rekaman tentang tanah yang amblas, diambil setelah peristiwa gempa, seharga Rp 10.000. Selamat berwisata di rumah unik di Rumah Dome Yogyakarta.

(c) ITH Kontributor: Stiawan Wendy (Yogyakarta)