Minggu, 16 Desember 2012

Ajaran Itu

Sudah kita sepakati bahwa demokrasi menjadi ajaran.Serat yang tertulis tanpa tinta.Bahkan sebentar setelah kemerdekaan 1945 dikumandangkan.Meski tanpa teks maupun tanda tangan dibubuhkan.Kesepakatan itu, tidak kita persoalkan.Sampai saat ini, mulai dari lahirnya.

Dulu pernah lahir Komunisme, Marxisme-Lenninisme atau Neo-Lib maupun konsep NASAKOM.Namun cuma menjadi bagian dari sejarah.Yang pernah menjarah.Perjalanan negeri ini.

Demokrasi telah menjadi ibu bangsa kita.Menyakiti berarti sama saja dengan mengundang kutukan.Bukan buat siapa-siapa, tetapi buat kita sendiri.

Memang, demokrasi bukan ilahiyatul masdhar, atau bersumber dari Tuhan.Tetapi demokrasi lahir untuk menciptakan keadilan.Bukan menumbuhkan kekuatan yang sepihak.Dengan memandang setiap yang menguntungkan adalah kawan.Dan siapapun yang tidak menguntungkan disebut lawan.Meski sesaat, sumpah itu telah merasuk ke dalam jiwa para pemegang kekuasaan.Pada Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.Ibarat, 'menjilat ludah sendiri ', tanpa ragu dan malu mereka pertontonkan.Ketika pagi bicara ke barat.Tetapi siang mereka menghentikan langkah, mendadak memutar arah.Sumpah itu.Fenomena itu telah biasa.

Jangan mengira bahwa rakyat masih tuli dan buta.Meski cuma dari balik terali besi mereka masih mampu mendengar dan menyaksikan kemunafikan.Rakyat punya rasa, mereka masih mempunyai hati nurani.

Para pendiri negeri ini tentu akan menangis .Meneteskan air mata.Apabila menyaksikan masih adanya ketimpangan.Dalam bidang hukum, ekonomi, politik maupun media yang terkadang lebih menyuarakan ' Kapitalisme' daripada kebenaran.

" Kekayaan Negara dipergunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyatnya ".Ayat itu dalam UUD 1945 sering disakralkan.Menyentuhpun harus menggunakan biaya besar.Sebagaimana amandemen yang sekian kali disepakati.Tetapi mengapa kita tidak mampu menemukan maknanya?Mengapa semua seakan sirna, menguap tiada terungkap?

Demokrasi adalah sebuah laku.Langkah suci menuju tatanan kesejahteraan.Dengan berdemokrasi masyarakat dituntut untuk saling menghargai.Kita harus mampu bersikap mutawasith atau moderat.Meski berbeda dalam agama, suku maupun keturunan.Hak asasi menjadi barang berharga karena diyakini sebagai nilai dasar kemanusiaan.Kebebasan dengan dibatasi kepentingan orang lain harus bisa berjalan.Pada tempatnya dan pada norma yang sudah ada.

Tetapi demokrasi juga dapat berkata lain.Yang berarti pengkhianatan.Meski terhadap bangsa sendiri.Sehingga demokrasi menjadi rancu dan ambigu.Seakan buta sehingga tidak dapat melihat yang seharusnya terlihat.Atau tuli karena tidak mampu mendengar yang sebenarnya mampu didengar. Begitulah demokrasi dengan seribu makna yang mengiringi langkahnya.Akan menjadi surga atau neraka.Atau kembali melahirkan bayi kediktatoran, ketika sang penguasa enggan berganti masa.Sekarang tergantung kita bagaimana memaknainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar