Sabtu, 15 Desember 2012

KEKERASAN UMAT BERAGAMA


                                                           (Foto: jawaban)

Barangkali tidak berlebihan, pernyataan yang menyatakan bahwa agama diibaratkan sebagai pisau yang bermata dua.Agama bisa ditafsirkan sebagai kesantunan, cinta kasih maupun kedamaian.Di sisi lain agama sering dijadikan alasan pembenar dalam tindakan kekerasan terhadap umat yang berbeda. Saya tidak menyalahkan agama an sich, meskipun mengiyakan ibarat '' pisau bermata dua '' tadi.Tetapi saya ---sebagai orang yang beragama---tidak bisa memahami jalan pikiran para penafsir ayat-ayat;dengan terjemahan '' legalisasi kekerasan ''.Apapun alasannya, baik menyangkut kemaksiatan, aliran yang dianggap sesat, penodaan agama tertentu dan lain sebagainya.

Sebagai bagian dari peradaban manusia, agama sering menampakkan citra ironi.Tidak lagi ideal seperti ketika para pambawa agama (Nabi/Rasul) ketika mengemban tugas dari Tuhan, yang inti sarinya adalah menyebarkan perdamaian.Agama juga kerapkali dijadikan ajang kampanye partai.Hal ini sering disebut sebagai praktek '' politisasi '' agama.Para juru kampanye tidak segan-segan mengutip ayat kitab suci, demi meyakinkan janjinya kepada para simpatisan.Meski, ada saja yang baru menghafal lafal ayat ketika mau ada kampanye partai.Politisasi semacam ini yang sebenarnya membahayakan citra ideal agama itu sendiri.Sebagai norma atau konstitusi non formal, agama seharusnya tetap berada pada wilayah yang independent tanpa ada yang berhak mempolitisir isinya.Boleh jadi inilah yang dinamakan agama yang tidak murni lagi (tidak puritan), di luar hal-hal yang berbau fiqh yang selama ini dikritik Muhammadiyah.

Kembali kepada tindak kekerasan yang dilakukan sebagian umat Islam terhadap umat agama lain; negara sebagai institusi resmi seharusnya memberikan perlindungan kepada setiap warganya yang hidupnya terancam.Apalagi telah mendapatkan perlakuan penganiayaan.Karakter sosiologis bangsa ini menunjukkan adanya tirani mayoritas terhadap minoritas.Sikap ini menimbulkan in toleransi antar umat beragama.Perbedaan tidak disikapi dengan cara dialog namun semakin diperparah dengan tindakan fisik penyerangan. Lembaga resmi keagamaan seperti MUI, juga sering menyampaikan pernyataan yang tidak fair.Dengan fatwa pengharaman kelompok tertentu lembaga itu secara tidak langsung telah memberikan angin segar bagi pelaku kekerasan.Fatwa MUI dijadikan dasar untuk melakukan penyerangan terhadap kelompok yang dianggap sesat.Sebagian umat beragama sering bersikap berlebihan dalam menilai aliran yang terus berkembang di Indonesia.

Istilah '' sesat '' begitu mudah dituduhkan kepada mereka yang mencoba berpikir hal yang baru menyangkut kayakinan.Karena faktanya, pemaknaan terhadap agama yang sudah ada sekarang terasa kering dan tidak mampu memberikan solusi persoalan sosial.Sudah bertahun-tahun kita bangga sebagai bangsa yang beragama namun persoalan korupsi dan kemiskinan tidak juga dapat diselesaikan.Setiap tahun kita menyaksikan umat yang mampu menunaikan ibadah haji; tetapi kita juga disuguhi dengan pemandangan yang menyedihkan menyangkut perekonomian.Begitu juga persoalan korupsi yang nota bene dilakukan kalangan yang agamis dalam hidupnya sehari-hari.Kalau diteliti, para koruptor tidak ada yang tidak mengakui adanya Tuhan, meskipun barangkali hanyalah lipstik karena pengaruh lingkungan dan budaya.

Pemikiran abad pertengahan atau 1500 tahun yang lalu oleh sebagian umat beragama dicoba untuk diterapkan di era sekarang.Kontan saja menimbulkan pergesekan nilai.Karena tidak lagi sesuai dengan kondisi yang ada.Improvisasi dalam memandang agama dianggap barang haram, padahal inilah yang sebenarnya diperlukan masyarakat.Sikap kaku dan arogan tidak popular lagi untuk diterapkan masa kini.Penafsiran para ulama jaman dahulu dapat dijadikan sebagai pembanding dalam memahami ilmu keagamaan.Dan seyogyanya tidak serta merta untuk diterapkan di era sekarang.Kita harus kembali kepada hati nurani.Bahwa agama sejatinya adalah penebar kedamaian bukan penyebar kebencian seperti yang belakangan terjadi.Makna ayat dalam kitab suci mengenai qital (pembunuhan), harb (perang) ataupun yang lain-lain tidak selalu identik dengan tindakan fisik.Begitu juga dengan '' jihad '' dan '' syahid ''.Kita juga bisa memaknainya denga '' ijtihad '' yang akan melahirkan '' mujtahid ''.Maknanya juga berisi '' jihad ''tetapi menyangkut pemikiran dan hal-hal yang lebih rasional.Jihad memang perang namun tidak harus bermakna qital (to kill) atau pembunuhan secara fisik.Kita seharusnya mampu membunuh para imperialis seperti Amerika yang telah melakukan penjajahan terhadap budaya, misalnya.Pembunuhan budaya dapat dilakukan dengan counter baik pemikiran maupun budaya tandingan yang lebih meng-Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar